Kamis, 20 Juni 2019

Catatan Cinta Si Cadar



Satu quote yang sangat membakar dan mengobarkan semangat dari Andrea Hirata adalah ‘ bermimpilah sampai Tuhan memeluk mimpimu ’ dilanjutkan  dengan ungkapan magic dari Arai, ‘tanpa mimpi orang-orang miskin seperti kita ini akan mati Kal’ di buku kedua tetralogi Laskar Pelangi , Sang Pemimpi,  benar-benar menjadi kunci awal dari perjuangan panjang saya meraih mimpi untuk medapatkan beasiswa luar negri.
Masih teringat jelas kala itu, 22 Januari 2014 menjadi titik awal perjuangan yang akan saya tempuh. Saat itu saya memutuskan untuk belajar Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare, Jawa Timur yang menjadikan modal awal meraih mimpi saya. Dengan keuangan yang terbatas dan uang hasil jual Kaos Bulutangkis pemain Denmark  , saya yang ditemani saudara saya nekad ke Pare dengan bekal seadanya. Bekal uang pun hanya cukup untuk satu bulan. Untuk bulan selanjutnya belum kami pikirkan, yang penting Niat kami satu, Belajar. Saya tahu perjuangan ini akan sangat berat. Rintangan pertama pun sudah kami dapatkan ketika estafet perjalanan ke Jawa Timur, Ketinggalan kereta di Pasar Senin akibat terjebak hampir empat jam di dalam kapal yang menuju Pelabuhan Merak, mabuk laut parah tak seperti biasanya, hingga puncaknya berada di dalam kereta dari pasar senin menuju stasiun Kediri hampir 27 jam lamanya akibat banjir. Belajar belumlah dimulai tapi kesulitan sudah didepan mata. Kuncinya, Sabar.
Belajar Bahasa inggris di Pare selama 1,5 bulan belum memberikan efek yang significant bagi saya karena memang saya mulai dari 0. Bukan pengajarnya yang salah tapi otak saya yang bebal dengan bahasa inggris. Susah diterima tepatnya. Saat itu, keuanganpun menipis karena memang saya dan saudara saya tidak meminta bantuan keuangan dengan orang tua kami. Mandiri tapi sedikit menyiksa. Bila pagi kami belajar, siangnya kami mempromosikan dagangan kami di twitter. Bila pelanggan kami telat transfer maka telat pula kami makan. Dibagian inilah kami belajar susahnya mencari uang sendiri. Tapi, Allah memang sebaik-baiknya perencana . Setelah dipusingkan dengan masalah keuangan , Allah memberikan solusi dengan meluluskan saya bersama saudara saya di Beasiswa Teaching Clinic Global English yang artinya kami siap dididik jadi Tutor selama lima bulan tanpa harus ada pengabdian, diasrama dengan penerima beasiswa lainnya dan semua biaya program digratiskan. Namun, dengan keunggulan-keunggulan tersebut artinya kami juga harus siap capek. Kelas penerima beasiswa dengan kelas regular berbeda, tugasnya pun berbeda. Kelas pertama pukul lima pagi dan kelas terakhir berakhir pukul delapan malam. Terkadang, beberapa siswa harus mendapatkan kelas tambahan. Dulu saya pernah mendapat kelas tambahan yang diajar langsung oleh Pemilik Global English Pare, Mr.Toto, pukul 22.30 malam dan berakhir pukul 12 malam.  Saat itulah, saya benar- benar mengetahui kenikmatan haqiqi dalam menuntut ilmu. Lelah memang namun setiap keringat dan mata hitam akibat kurang tidur menjadi saksi dan mengambil bagian penting dalam perjuangan mimpi saya yang kelak bisa saya ceritakan.
Setelah kurang lebih enam bulan belajar Bahasa inggris di Pare dan Pulang ke Palembang, sudah saatnya memetakan apa yang harus saya petakan untuk meraih mimpi saya tersebut. Langkah awal adalah belajar dan mendapatkan skor IELTS. Namun, IELTS bukanlah hal yang remeh tameh, tingkat kesulitannya berada diatas TOEFL terlebih saya belum tahu apapun tentang IELTS, dan setidaknya untuk belajar sekaligus tes harus mengeluarkan sedikitnya 6,5 juta. Saat itu saya belum mendapatkan pekerjaan, jangankan 6,5 juta untuk beli pulsa saja saya harus benar-benar berhitung. Namun, lagi Allah memang sebaik- baiknya perencana. Dijadikanlah saya sebagai penerima TC adalah satu cara Allah untuk menolong saya di masa depan. Dengan ilmu yang saya dapat dari TC, akhirnya saya membuka Private English. Sedikit demi sedikit uang saya kumpulkan . Pernah, akibat semangatnya, kelas pertama saya mulai pukul 7 pagi dan kelas terakhir saya berakhir pukul 9 malam. Tujuannya hanya satu, mengumpulkan uang secepat mungkin untuk IELTS. Selesai.
Akhirnya  pada Maret 2015 saya tes ILETS resmi dan mendapatkan Skor 6.0. Cukup berhasil untuk orang yang hanya belajar 1,5 bulan. Dan saatnya saya untuk melamar beasiswa luar negri. Dan disini cerita yang penuh lika liku dimulai.
Pada tahun 2015, tepat satu bulan setelah saya tes IELTS, saya melamar tiga beasiswa sekaligus, New Zeadline Scholarship, Monbukagakusho dan UNIST Scholarship. Hasilnya, saya mendapatkan email dengan inti surat ‘ your application was unsuccessful’ atau ‘ you have not been nominated’ di bulan Juni untuk beasiswa New Zeadline Scholarship, Juli untuk beasiswa Monbukagakusho dan UNIST Scholarship sekaligus. Tapi saya tidak mundur dan kembali mendaftarkan beasiswa LPDP untuk dalam Negri ke Universitas Gajah Mada. Saya yang harus ikut wawancara di Jakarta harus menggeret koper dan naik kapal sendiri dengan beban koper yang berat akibat saya yang mestinya tes Pegadaian di Lampung namun harus kabur untuk tes wawacanra LPDP. Berkas untuk kepentingan wawancara yang tidak saya bawa, dengan izin Allah dipermudahkan ibu saya yang membawakan akibat trip dadakan ke Lampung. Namun, hasil kegagalan LPDP yang sangat menyakitkan membuat saya hampir berputus asa. Sampai akhirnya, Allah menolong saya dengan sebuah mimpi yang sangat spiritual. Dan saat itu, Allah seakan membisikan saya : Jangan Berputus Asa, Mari Jemput Rahmat Allah.  Dan dari sinilah saya mulai berhijrah.
Tahun 2016, awal tahun saya cetak dengan sedikit kemajuan, saya terpilih menjadi salah satu dari 25 finalis beasiswa PPM School and Management Jakarta. Saya harus mengikuti serangkaian tahapan beasiswa di Jakarta dan semua akomodasi di sponsori pihak penyelenggara. Disaat yang sama saya pun kembali mendaftar beasiswa Korean Government Program Scholarship. Namun kegagalan kembali saya terima. Hanya ada tujuh orang yang mendapatkan beasiswa PPM School and Mangement dan saya gagal di babak akhir. Maret awal pun saya mendapat kabar bila Pihak Kedutaan telah melaksanakan tes wawancara beasiswa KGSP sedangan saya tidak ada pemberitahuan apapun. Artinya, saya tidak di nominasikan dan gagal di screening document. Lagi- lagi saya tidak menyerah sama sekali. Setelahnya, saya melihat tiga peluang beasiswa Orange Tulip Scholarship, Stunned dan Beasiswa Pemerinta Italy. Untuk beasiswa OTS dan Stunned saya telah mengantongi LOA Unconditional dari Hanze University Applied and Science dengan jurusan Master in International Business and Science. Hasilnya, Peluang Besar Beasiswa Italy saya lewatkan dengan sangat konyol akibat kekeliruan saya melihat tanggal, sedangkan beasiswa Stunned saya dapati dengan ‘ your application has not been selected’. Allah menghibur saya dengan meloloskan beasiswa di University of Salerno, Italy. Pihak Universitas mengcover seluruh biasa perkuliahan dan membebaskan saya untuk tempat tinggal di asrama mahasiswa serta makan dua kali di kantin selama dua tahun penuh. Setidaknya itu sedikit lebih baik dari kemenangan saya pada Beasiswa OTS yang hanya mengcover SPP saja sedangkan biaya hidup ita harus bayar sendiri. Namun, peluang keduanya pun saya tolak dengan berbagai pertimbangan. Walau berada dalam lingkaran kegagalan, di tahun ini saya mendapatkan kado yang sangat amat berharga yaitu teman-teman yang soleh dan soleha. Di tahun ini saya merasa hidup kembali. Kedekatan kepada Tuhan yang sempat renggang beberapa tahun terakhir terbayar disini. Disini, ditahun ini saya benar- benar lahir kembali dan berusaha untuk menjemput rahmat Allah.
Awal tahun 2017 diawali dengan dilangsungkannya pernikahan saudara perempuan saya yang sekaligus sahabat serta orang yang paling me-support mimpi saya. Memang dikala itu beberapa orang menasehati saya untuk kuliah lagi di Indonesia saja atau menikah dikarenakan umur saya saat itu memasuki 26 tahun. ‘Lihat, dikala orang seumurmu sibuk menyiapkan baju pengantin , kamu malah sibuk mengejar baju wisudamu’ atau ‘ wanita tak perlu pendidikan tinggi, toh yang penting bisa urus suami dan anak’, beberapa kalimat demi kalimat terlontar dengan bebasnya oleh netizen. Namun, diawal tahun ini saya benar- benar memperbaiki niat saya untuk kuliah diluar negri. Bila dua tahun belakang niat saya untuk mendapatkan pengakuan oleh orang banyak namun kali ini niat saya hanya dua : belajar dan berdakwa. Ilmu yang saya dapat akan saya pakai untuk membentuk generasi rabani, keturunan saya akan saya didik diatas ilmu dan agama. Kemuadian, saya akan berjuang untuk mendapatkan posisi di masyarakat, sehingga bisa menolong agama Allah dengan skala lebih besar. Target saya tidak main- main, menjadi Dekan Fakultas Ekonomi. Seperti salah satu ungkapan sahabat saya ‘kalau kamu jadi orang biasa, kamu hanya bisa mengubah satu atau dua orang saja namun bila kamu jadi orang berkuasa kamu bisa mengubah satu negara’.  Aplikasi Beasiswa pertama yang saya lamar di tahun ini adalah Beasiswa ADB-JSP di Ruitsumeikan University. Tahap wawancara dengan Prof Kangkoo sedikit lebih berat ketimbang wawancara dengan Prof. David Flat. Benar- benar dibuat cemas dan panik. Pertanyaannya sangat teoritis, scientist dan sangat mendalam. Kita harus benar- benar paham proposal research yang kita buat bahkan pertanyaannya kadang kelewat jauh untuk ukuran ‘kadidat mahasiswa’. Hasilnya, di bulan Maret saya mendapatkan penolakan. Seiring banyaknya penolakan, seiring giatnya saya mencari rahmat Allah sehingga pada bulan Mei tahun ini saya memutuskan untuk menggunakan Cadar dengan dasar menjaga kehormatan saya serta meneladani pemimpin wanita syurga, Fatimah Az-Zahrah. Namun, dengan menggunakan Cadar bukan bearti saya harus menarik diri dengan mimpi yang ingin saya bangun. Terlebih saya ingin membuktikan bahwa wanita becadar pun mempunyai kualitas yang sama dengan orang lainnya. Cadar hanya menutupi wajah kami namun tidak dengan otak kami. Setelahnya, saya kembali mengajukan beasiswa Stunned dan kembali mendapatkan kegagalan. Saya tetat bangkit kembali sampai akhirnya pertahanan saya sedikit roboh ketika saya mendapatkan posisi sebagai ‘kadidat cadangan’ untuk beasiswa Hungaria. Batin saya benar- benar bergejok. Hungaria yang merupakan negara kecil pun tidak dapat ditembus apalagi negara yang lain. Sedih, pasti. Saya telah mengeluarkan banyak tenaga, pikiran serta uang dalam hal ini. Sekuat- kuatnya manusia pasti pernah berada di titik terendahnya. Setelahnya, saya tidak memikirkan untuk kuliah di luar negri lagi, saya hanya berfikir tahun depan kuliah di dalam nergri saja sambil tetap bekerja.
Akhir tahun 2017 tanpa sengaja saya menemukan satu lagi quote magic yang mengembalikan niat saya untuk melamar beasiswa. Kalimat itu berbunyi : Bisa jadi, Allah menempatkanmu di posisi rendah sebelum mengangkatmu ke posisi yang lebih tinggi.  Dengan Bismilah, saya memutuskan dua hal, pertama: Awal tahun 2018 saya mendaftarkan beasiswa ADB JSP Kobe University bila gagal saya akan kuliah di UIN Raden Fatah dengan jurusan Ekonomi Islam. Saya tak ingin menghabiskan waktu saya lagi seiring bertambahnya usia. Proses pendaftaran Beasiswa ADB JSP Kobe University mengharuskan untuk mendapatkan Sensei terlebih dahulu. Setelah menghubungi tiga sensei hanya satu sensei yang bersedia menerima saya yaitu Prof. Nobuaki Hamaguchi. Dikarenakan adanya winter break komunikasi saya dengan pihak universitas sedikit terhambat. Dengan huru hara yang sangat banyak, akhirnya saya berhasil mengirimkan aplikasi saya ke Jepang tepat satu minggu sebelum penutupan atau tiba dua hari sebelum deadline. Seiring menunggu tahap selanjutnya, saya mewakilkan Universitas Muhammadiyah Palembang mendaftarkan Beasiswa Kursus Bahasa Inggris bagi Karyawan ataupun Dosen di Lingkungan Mhammadiyah. Disini saya memasang niat menyimpang, bukan untuk belajar namun untuk liburan. Sangat memalukan. Namun, Allah memang mengetahui siapa yang membutuhkan , saya gagal di tahap wawancara akhir beasiswa ini. Namun, ternyata Allah telah mempersiapkan rencana yang lebih besar lagi. Saya dijadwalkan untuk mengikuti tahap wawancara via Skype sebagian bagian dari tahap seleksi Beasiswa ADB. Prof. Hamaguchi yang akan mewawancari saya. Memang Allah yang mempermudah segala sesuatu, wawancara yang berlangsung sekitar 45 menit benar- benar sangat lancar dan diakhiri dengan statement dari Prof. Hamaguchi ‘ I really enjoy to talk with you’ . Sabar, Allah melihat Usahamu. Beginilah Allah mengubah kesedihan menjadi kebahagian, merencanakan sesuatu yang besar di waktu yang sangat tepat. Pertengahan bulan  Maret 2017, saya menerima pengumuman bahwa saya lolos Beasiswa ADB JSP Kobe University. Beasiswa yang mencakup semua biaya. Allah meloloskan saya di waktu yang sangat tepat, disaat saya telah tumbuh menjadi sosok dewasa yang bijak, disaat saya mempunyai komunitas Islamic untuk berdakwa, disaat niat saya benar-benar tulus untuk menjadikan dunia ditangan saya dan akhirat di hati saya. Ketika saya mendapat email tersebut, saya pejamkan mata, cuplikan-cuplikan perjuangan saya beberapa tahun kebelakang langsung teringat, wajah orang tua yang penuh harap, wajah saudara saya yang selalu menguatkan. Kisah panjang yang benar- benar menguatkan saya, dan inilah saya, yang dididik menjadi pribadi yang kuat dengan banyaknya hantaman kegagalan. Bisa jadi kegagalan adalah cara Allah untuk mengembalikan kita kembali dekat kepadanya. Bagi saya inilah Catatatn Cinta yang diberikan Allah kepada saya. Tidak semua manusia dituliskan takdir kehidupan yang luar biasa ini. Bila saya langsung mendapatkan apa yang saya inginkan, lantas bagaimana saya tahu cara bersabar dan bersyukur. Terlebih, tidak ada cerita yang bisa saya bagikan untuk memotivasi orang diluar sana. Bagaimana saya sendirian menerjang kebisingan kota Jakarta hanya untuk ikut Seminar Beasiswa, Bagaimana saya harus banting tulang mendapatkan uang untuk tes IELTS, bagaimana sakitnya saya ketika kegagalan terus berpihak tanpa niatan untuk pergi.

Hari perama menginjakan kaki di Kobe University, saya berdiri didepan gedung utama, saya melihat keadaan sekitar, setelah mengucapkan Alhamdulilah, saya menoleh ke belakang, tersenyum dan berujar ‘Saya Berhasil’.