Satu quote yang sangat membakar dan mengobarkan
semangat dari Andrea Hirata adalah ‘
bermimpilah sampai Tuhan memeluk mimpimu ’ dilanjutkan dengan ungkapan magic dari Arai, ‘tanpa mimpi orang-orang miskin seperti kita
ini akan mati Kal’ di buku kedua tetralogi Laskar Pelangi , Sang Pemimpi, benar-benar menjadi kunci awal dari perjuangan
panjang saya meraih mimpi untuk medapatkan beasiswa luar negri.
Masih teringat jelas kala itu, 22 Januari 2014 menjadi
titik awal perjuangan yang akan saya tempuh. Saat itu saya memutuskan untuk
belajar Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare, Jawa Timur yang menjadikan
modal awal meraih mimpi saya. Dengan keuangan yang terbatas dan uang hasil jual
Kaos Bulutangkis pemain Denmark , saya
yang ditemani saudara saya nekad ke Pare dengan bekal seadanya. Bekal uang pun
hanya cukup untuk satu bulan. Untuk bulan selanjutnya belum kami pikirkan, yang
penting Niat kami satu, Belajar. Saya tahu perjuangan ini akan sangat berat.
Rintangan pertama pun sudah kami dapatkan ketika estafet perjalanan ke Jawa
Timur, Ketinggalan kereta di Pasar Senin akibat terjebak hampir empat jam di
dalam kapal yang menuju Pelabuhan Merak, mabuk laut parah tak seperti biasanya,
hingga puncaknya berada di dalam kereta dari pasar senin menuju stasiun Kediri
hampir 27 jam lamanya akibat banjir. Belajar belumlah dimulai tapi kesulitan
sudah didepan mata. Kuncinya, Sabar.
Belajar Bahasa inggris di Pare selama 1,5 bulan belum
memberikan efek yang significant bagi saya karena memang saya mulai dari 0.
Bukan pengajarnya yang salah tapi otak saya yang bebal dengan bahasa inggris.
Susah diterima tepatnya. Saat itu, keuanganpun menipis karena memang saya dan
saudara saya tidak meminta bantuan keuangan dengan orang tua kami. Mandiri tapi
sedikit menyiksa. Bila pagi kami belajar, siangnya kami mempromosikan dagangan
kami di twitter. Bila pelanggan kami telat transfer maka telat pula kami makan.
Dibagian inilah kami belajar susahnya mencari uang sendiri. Tapi, Allah memang
sebaik-baiknya perencana . Setelah dipusingkan dengan masalah keuangan , Allah
memberikan solusi dengan meluluskan saya bersama saudara saya di Beasiswa Teaching Clinic Global English
yang artinya kami siap dididik jadi Tutor selama lima bulan tanpa harus ada
pengabdian, diasrama dengan penerima beasiswa lainnya dan semua biaya program
digratiskan. Namun, dengan keunggulan-keunggulan tersebut artinya kami juga
harus siap capek. Kelas penerima beasiswa dengan kelas regular berbeda,
tugasnya pun berbeda. Kelas pertama pukul lima pagi dan kelas terakhir berakhir
pukul delapan malam. Terkadang, beberapa siswa harus mendapatkan kelas
tambahan. Dulu saya pernah mendapat kelas tambahan yang diajar langsung oleh
Pemilik Global English Pare, Mr.Toto, pukul 22.30 malam dan berakhir pukul 12
malam. Saat itulah, saya benar- benar
mengetahui kenikmatan haqiqi dalam menuntut ilmu. Lelah memang namun setiap
keringat dan mata hitam akibat kurang tidur menjadi saksi dan mengambil bagian
penting dalam perjuangan mimpi saya yang kelak bisa saya ceritakan.
Setelah kurang lebih enam bulan belajar Bahasa inggris
di Pare dan Pulang ke Palembang, sudah saatnya memetakan apa yang harus saya
petakan untuk meraih mimpi saya tersebut. Langkah awal adalah belajar dan
mendapatkan skor IELTS. Namun, IELTS bukanlah hal yang remeh tameh, tingkat
kesulitannya berada diatas TOEFL terlebih saya belum tahu apapun tentang IELTS,
dan setidaknya untuk belajar sekaligus tes harus mengeluarkan sedikitnya 6,5
juta. Saat itu saya belum mendapatkan pekerjaan, jangankan 6,5 juta untuk beli
pulsa saja saya harus benar-benar berhitung. Namun, lagi Allah memang sebaik-
baiknya perencana. Dijadikanlah saya sebagai penerima TC adalah satu cara Allah
untuk menolong saya di masa depan. Dengan ilmu yang saya dapat dari TC,
akhirnya saya membuka Private English. Sedikit demi sedikit uang saya kumpulkan
. Pernah, akibat semangatnya, kelas pertama saya mulai pukul 7 pagi dan kelas
terakhir saya berakhir pukul 9 malam. Tujuannya hanya satu, mengumpulkan uang secepat
mungkin untuk IELTS. Selesai.
Akhirnya pada
Maret 2015 saya tes ILETS resmi dan mendapatkan Skor 6.0. Cukup berhasil untuk
orang yang hanya belajar 1,5 bulan. Dan saatnya saya untuk melamar beasiswa
luar negri. Dan disini cerita yang penuh lika liku dimulai.
Pada tahun 2015, tepat satu bulan setelah saya tes IELTS, saya melamar tiga beasiswa
sekaligus, New Zeadline Scholarship, Monbukagakusho dan UNIST Scholarship.
Hasilnya, saya mendapatkan email dengan inti surat ‘ your application was
unsuccessful’ atau ‘ you have not been nominated’ di bulan Juni untuk beasiswa
New Zeadline Scholarship, Juli untuk beasiswa Monbukagakusho dan UNIST
Scholarship sekaligus. Tapi saya tidak mundur dan kembali mendaftarkan beasiswa
LPDP untuk dalam Negri ke Universitas Gajah Mada. Saya yang harus ikut wawancara
di Jakarta harus menggeret koper dan naik kapal sendiri dengan beban koper yang
berat akibat saya yang mestinya tes Pegadaian di Lampung namun harus kabur
untuk tes wawacanra LPDP. Berkas untuk kepentingan wawancara yang tidak saya
bawa, dengan izin Allah dipermudahkan ibu saya yang membawakan akibat trip
dadakan ke Lampung. Namun, hasil kegagalan LPDP yang sangat menyakitkan membuat
saya hampir berputus asa. Sampai akhirnya, Allah menolong saya dengan sebuah
mimpi yang sangat spiritual. Dan saat itu, Allah seakan membisikan saya : Jangan
Berputus Asa, Mari Jemput Rahmat
Allah. Dan dari sinilah saya mulai berhijrah.
Tahun 2016, awal tahun saya cetak
dengan sedikit kemajuan, saya terpilih menjadi salah satu dari 25 finalis
beasiswa PPM School and Management Jakarta. Saya harus mengikuti serangkaian
tahapan beasiswa di Jakarta dan semua akomodasi di sponsori pihak
penyelenggara. Disaat yang sama saya pun kembali mendaftar beasiswa Korean
Government Program Scholarship. Namun kegagalan kembali saya terima. Hanya ada
tujuh orang yang mendapatkan beasiswa PPM School and Mangement dan saya gagal
di babak akhir. Maret awal pun saya mendapat kabar bila Pihak Kedutaan telah
melaksanakan tes wawancara beasiswa KGSP sedangan saya tidak ada pemberitahuan
apapun. Artinya, saya tidak di nominasikan dan gagal di screening document. Lagi-
lagi saya tidak menyerah sama sekali. Setelahnya, saya melihat tiga peluang
beasiswa Orange Tulip Scholarship, Stunned dan Beasiswa Pemerinta Italy. Untuk
beasiswa OTS dan Stunned saya telah mengantongi LOA Unconditional dari Hanze
University Applied and Science dengan jurusan Master in International Business
and Science. Hasilnya, Peluang Besar Beasiswa Italy saya lewatkan dengan sangat
konyol akibat kekeliruan saya melihat tanggal, sedangkan beasiswa Stunned saya
dapati dengan ‘ your application has not been selected’. Allah menghibur saya
dengan meloloskan beasiswa di University of Salerno, Italy. Pihak Universitas
mengcover seluruh biasa perkuliahan dan membebaskan saya untuk tempat tinggal
di asrama mahasiswa serta makan dua kali di kantin selama dua tahun penuh.
Setidaknya itu sedikit lebih baik dari kemenangan saya pada Beasiswa OTS yang
hanya mengcover SPP saja sedangkan biaya hidup ita harus bayar sendiri. Namun,
peluang keduanya pun saya tolak dengan berbagai pertimbangan. Walau berada
dalam lingkaran kegagalan, di tahun ini saya mendapatkan kado yang sangat amat
berharga yaitu teman-teman yang soleh dan soleha. Di tahun ini saya merasa
hidup kembali. Kedekatan kepada Tuhan yang sempat renggang beberapa tahun
terakhir terbayar disini. Disini, ditahun ini saya benar- benar lahir kembali
dan berusaha untuk menjemput rahmat Allah.
Awal
tahun 2017 diawali dengan dilangsungkannya pernikahan saudara perempuan saya
yang sekaligus sahabat serta orang yang paling me-support mimpi saya. Memang
dikala itu beberapa orang menasehati saya untuk kuliah lagi di Indonesia saja
atau menikah dikarenakan umur saya saat itu memasuki 26 tahun. ‘Lihat, dikala
orang seumurmu sibuk menyiapkan baju pengantin , kamu malah sibuk mengejar baju
wisudamu’ atau ‘ wanita tak perlu pendidikan tinggi, toh yang penting bisa urus
suami dan anak’, beberapa kalimat demi kalimat terlontar dengan bebasnya oleh
netizen. Namun, diawal tahun ini saya benar- benar memperbaiki niat saya untuk
kuliah diluar negri. Bila dua tahun belakang niat saya untuk mendapatkan
pengakuan oleh orang banyak namun kali ini niat saya hanya dua : belajar dan
berdakwa. Ilmu yang saya dapat akan saya pakai untuk membentuk generasi rabani,
keturunan saya akan saya didik diatas ilmu dan agama. Kemuadian, saya akan
berjuang untuk mendapatkan posisi di masyarakat, sehingga bisa menolong agama
Allah dengan skala lebih besar. Target saya tidak main- main, menjadi Dekan
Fakultas Ekonomi. Seperti salah satu ungkapan sahabat saya ‘kalau kamu jadi orang biasa, kamu hanya bisa mengubah
satu atau dua orang saja namun bila kamu jadi orang berkuasa kamu bisa mengubah
satu negara’. Aplikasi Beasiswa pertama yang saya lamar di
tahun ini adalah Beasiswa ADB-JSP di Ruitsumeikan University. Tahap wawancara
dengan Prof Kangkoo sedikit lebih berat ketimbang wawancara dengan Prof. David
Flat. Benar- benar dibuat cemas dan panik. Pertanyaannya sangat teoritis,
scientist dan sangat mendalam. Kita harus benar- benar paham proposal research
yang kita buat bahkan pertanyaannya kadang kelewat jauh untuk ukuran ‘kadidat
mahasiswa’. Hasilnya, di bulan Maret saya mendapatkan penolakan. Seiring
banyaknya penolakan, seiring giatnya saya mencari rahmat Allah sehingga pada
bulan Mei tahun ini saya memutuskan untuk menggunakan Cadar dengan dasar
menjaga kehormatan saya serta meneladani pemimpin wanita syurga, Fatimah
Az-Zahrah. Namun, dengan menggunakan Cadar bukan bearti saya harus menarik diri
dengan mimpi yang ingin saya bangun. Terlebih saya ingin membuktikan bahwa
wanita becadar pun mempunyai kualitas yang sama dengan orang lainnya. Cadar
hanya menutupi wajah kami namun tidak dengan otak kami. Setelahnya, saya
kembali mengajukan beasiswa Stunned dan kembali mendapatkan kegagalan. Saya tetat
bangkit kembali sampai akhirnya pertahanan saya sedikit roboh ketika saya
mendapatkan posisi sebagai ‘kadidat cadangan’ untuk beasiswa Hungaria. Batin
saya benar- benar bergejok. Hungaria yang merupakan negara kecil pun tidak
dapat ditembus apalagi negara yang lain. Sedih, pasti. Saya telah mengeluarkan
banyak tenaga, pikiran serta uang dalam hal ini. Sekuat- kuatnya manusia pasti
pernah berada di titik terendahnya. Setelahnya, saya tidak memikirkan untuk
kuliah di luar negri lagi, saya hanya berfikir tahun depan kuliah di dalam
nergri saja sambil tetap bekerja.
Akhir tahun 2017 tanpa sengaja saya
menemukan satu lagi quote magic yang mengembalikan niat saya untuk melamar
beasiswa. Kalimat itu berbunyi : Bisa
jadi, Allah menempatkanmu di posisi rendah sebelum mengangkatmu ke posisi yang
lebih tinggi. Dengan Bismilah, saya memutuskan dua hal,
pertama: Awal tahun 2018 saya
mendaftarkan beasiswa ADB JSP Kobe University bila gagal saya akan kuliah di
UIN Raden Fatah dengan jurusan Ekonomi Islam. Saya tak ingin menghabiskan waktu
saya lagi seiring bertambahnya usia. Proses pendaftaran Beasiswa ADB JSP Kobe
University mengharuskan untuk mendapatkan Sensei terlebih dahulu. Setelah
menghubungi tiga sensei hanya satu sensei yang bersedia menerima saya yaitu Prof.
Nobuaki Hamaguchi. Dikarenakan adanya winter break komunikasi saya dengan pihak
universitas sedikit terhambat. Dengan huru hara yang sangat banyak, akhirnya
saya berhasil mengirimkan aplikasi saya ke Jepang tepat satu minggu sebelum
penutupan atau tiba dua hari sebelum deadline. Seiring menunggu tahap
selanjutnya, saya mewakilkan Universitas Muhammadiyah Palembang mendaftarkan
Beasiswa Kursus Bahasa Inggris bagi Karyawan ataupun Dosen di Lingkungan
Mhammadiyah. Disini saya memasang niat menyimpang, bukan untuk belajar namun
untuk liburan. Sangat memalukan. Namun, Allah memang mengetahui siapa yang
membutuhkan , saya gagal di tahap wawancara akhir beasiswa ini. Namun, ternyata
Allah telah mempersiapkan rencana yang lebih besar lagi. Saya dijadwalkan untuk
mengikuti tahap wawancara via Skype sebagian bagian dari tahap seleksi Beasiswa
ADB. Prof. Hamaguchi yang akan mewawancari saya. Memang Allah yang mempermudah
segala sesuatu, wawancara yang berlangsung sekitar 45 menit benar- benar sangat
lancar dan diakhiri dengan statement dari Prof. Hamaguchi ‘ I really enjoy to
talk with you’ . Sabar, Allah melihat Usahamu. Beginilah Allah mengubah kesedihan
menjadi kebahagian, merencanakan sesuatu yang besar di waktu yang sangat tepat.
Pertengahan bulan Maret 2017, saya
menerima pengumuman bahwa saya lolos Beasiswa ADB JSP Kobe University. Beasiswa
yang mencakup semua biaya. Allah meloloskan saya di waktu yang sangat tepat,
disaat saya telah tumbuh menjadi sosok dewasa yang bijak, disaat saya mempunyai
komunitas Islamic untuk berdakwa, disaat niat saya benar-benar tulus untuk
menjadikan dunia ditangan saya dan akhirat di hati saya. Ketika saya mendapat
email tersebut, saya pejamkan mata, cuplikan-cuplikan perjuangan saya beberapa
tahun kebelakang langsung teringat, wajah orang tua yang penuh harap, wajah
saudara saya yang selalu menguatkan. Kisah panjang yang benar- benar menguatkan
saya, dan inilah saya, yang dididik menjadi pribadi yang kuat dengan banyaknya
hantaman kegagalan. Bisa jadi kegagalan adalah cara Allah untuk mengembalikan
kita kembali dekat kepadanya. Bagi saya inilah Catatatn Cinta yang diberikan
Allah kepada saya. Tidak semua manusia dituliskan takdir kehidupan yang luar
biasa ini. Bila saya langsung mendapatkan apa yang saya inginkan, lantas
bagaimana saya tahu cara bersabar dan bersyukur. Terlebih, tidak ada cerita
yang bisa saya bagikan untuk memotivasi orang diluar sana. Bagaimana saya
sendirian menerjang kebisingan kota Jakarta hanya untuk ikut Seminar Beasiswa,
Bagaimana saya harus banting tulang mendapatkan uang untuk tes IELTS, bagaimana
sakitnya saya ketika kegagalan terus berpihak tanpa niatan untuk pergi.
Hari
perama menginjakan kaki di Kobe University, saya berdiri didepan gedung utama,
saya melihat keadaan sekitar, setelah mengucapkan Alhamdulilah, saya menoleh ke
belakang, tersenyum dan berujar ‘Saya
Berhasil’.