Pare adalah satu desa kecil yang
terletak di Desa Tulungrejo kabupaten Kediri provinsi Jawa Timur. Dengan jarak
tempuh kurang lebih satu jam dari Kediri, PARE mempunyai daya tarik tersendiri
yang berhasil menyedot ratusan pengunjung tiap bulannya. Belajar bahasa Inggris
di Pare yang terkenal dengan julukan “Kampung Inggris” akan memberikan cerita
tersendiri di sebagian perjalanan hidup banyak orang. Bagi beberapa orang
banyak, menjadikan belajar bahasa inggris di Pare merupakan gerbang awal
ataupun langkah awal untuk meraih mimpi kuliah di luar negri ataupun untuk
mencari pekerjaan yang lebih layak di masa datang. Begitupun dengan saya yang
awalnya menjadikan belajar bahasa inggris hanya untuk menambah softskill agar
lebih dipermudah untuk mendapatkan perkerjaan atau memenuhi syarat perusahaan
BUMN yang termuka. Namun, ketika disana, saya bertemu dengan banyak orang hebat
dengan mimpi hebat dan daya juang yang hebat pula menjadikan mental karyawan
saya babak belur serta tenggelam dan pada akhirnya mental pendidik pun hadir
dan menjadi acuan hidup saya kedepan. Disini saya mulai merancang mimpi gila
saya dan nantinya empat tahun kedepan mimpi itu menjadi kenyataan. Bagaimana
kisahnya?
Melihat latar belakang pendidikan
saya, saya adalah salah satu peserta
yang lulus Ujian Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN) di Universitas
Sriwijaya jurusan Manajeman. Kala itu, hanya ada sekitar 80-90 anak yang
tersaring menjadi Mahasiswa/i Unsri Indralaya. Bagi kedua orang tua saya, ini
adalah sesuatu yang amat bahagia namun tidak untuk saya. Saya harus menerima
kenyatan bahwa saya tidak lulus di Pilihan pertama yaitu “Akuntansi” jurusan
yang amat saya inginkan. Sebenarnya Manajeman itu tidaklah buruk namun pada
saat itu kecintaan saya pada Akuntasi mebutakan dan yang nantinya akan
beperngaruh selepas saya menerima transkip nilai. Memang bila kita lihat,
ketimbang manajeman, akuntansi mempunyai grade yang lebih tinggi bahkan
akuntansi merupakan 1 dari tiga besar jurusan favorite di Unsri. Dampak negatif
pun melanda saya kala itu, belajar malas dan sibuk dengan dunia yang saya
bangun sendiri. Saya yang lebih nyaman dengan pelajaran berhitung ketimbang
menghafal seakan tersiksa di awal semester sampai akhirnya di semester kelima
yang mengharuskan fokus pada kosentrasi pilihan membuat saya terbebas.
Pasalanya, saya memilih kosentrasi Manajeman Keuangan yang tentunya lebih
banyak mengotak atik angka- angka ketimbang menghafal. Alhasil, akibat sifat
pengecut saya di awal –awal semester, luluslah saya dengan predikat “memuaskan”
bukan “dengan pujian” . Menyesal? Sangat!! Pelajar nomor 1: Boleh jadi, kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Jadilah Ksatria.
Mathias Boe's Jersey |
Dulu, ketika saya dan saudara
saya memutuskan ke Pare , tidak ada satu pun yang mendukung kami. Ibu dan Ayah
kami pun melepas kami dengan setengah hati. Bekal kami pun terbilang sedikit,
hanya bermodal uang senilai 1.400.000 yang telah ditransfer ke Global English
sebagai pembayaran program english camp selama satu bulan untuk dua orang dan
uang cash 1.000.000 hasil dari penjualan kaos Bulutangkis Yonex Original
Mathias Boe pemain bulutangkis Denmark yang menjadi biaya hidup kami nantinya.
Kemampuan bahasa Inggris? Jangan ditanya, BURUK!! Saat itu tekat untuk menuntut
ilmu sangat luar biasa dasyat sampai- sampai jangankan biaya kelanjutan hidup
bulan kedua bahkan biaya program lanjutan disana belum sempat kami pikirkan, apalagi
memikirkan uang transportasi pulang kampung, Jauh. Di pikiran kami hanyalah
sampai dulu di pare, hidup selayaknya dulu selama sebulan, selebihnya kita
pikirkan nanti. Bahkan uang 1.000.000 yang menjadi pegangan kami pun itu akan
dikurangi dengan biaya transportasi Palembang- Pare . Benar – benar pas –
pasan. Malah dengan percaya dirinya kami sempat berujar ke ibu dan ayah “
Tolong jangan kirimkan kami uang , karena ini keingainan kami maka kami yang
akan menanggungnya”. Sombong? Bukan,
tapi kelewat percaya diri. Saya dan saudara saya yang kala itu berstatus
Reseller Peralatan Bulutangkis berfikir nantinya keuntungan yang kami peroleh
dari hasil penjualan yang akan menjadi modal biaya hidup kami selama di Pare. Kabar
baiknya, baik saya dan suadara saya sudah terbiasa hidup mandiri, bisa diajak
susah dalam perjuangan, tidak pilih –pilih makanan ataupun tempat untuk tidur dan
yang terpenting prinsip kami sama : Ketika kalian sudah menyandang status
Sarjanah maka lepas pula beban orang tua dalam pembiayaan. Mau kuliah? Uang
sendiri . Mau Backpaker? Uang Sendiri. Mau A B atau C, beli dan usahakan
sendiri. Intinya, Mandiri dan malu minta sama orang tua. Pelajaran no 2:
terkadang karakter terbentuk dari berbagai macam pengenggalaman yang di lalui
si pelaku.
Maka kala itu, di penuh sesak
keramaian terminal kereta api kertapati di pagi hari dan dengan meminta doa restu
dan mencium tangan ibu dan ayah, perjalanan ke pare pun di mulai. Dengan rute
Stasiun Kertapati – Stasiun Tanjung Karang – Pelabuhan Merak – Stasiun Pasar
Senin – Stasiun Kediri – Pare.
(Cerita perjalanan saya telah
saya ceritakan di artikel sebelumnya, please chek it )
Saya tiba di Pare Kamis malam
atau tepatnya 2 hari sebelum program dimulai. Saya, saudara saya dan teman saya
Ayu berada di 12 pm Camp sedangkan Kak Andika , kakak ayu, berada di Saigon Camp. Sedikit informasi, program
pembelajaran English di Pare dibagi dua periode yaitu program yang dimulai
tanggal 10 dan 25. Sebelum waktu program dimulai biasanya H-1 siswa program
Speaking Class khususnya harus mengikuti
placement test yang mana sebagai acuan untuk menentukan di level mana kelas speaking
yang akan diambil nantinya. Setelah berbincang
dengan Miss Ratnah tutor yang mebawahi 12 PM Camp kamipun beristirahat.
Paginya setelah solat subhu
dengan udara yang sedikit dingin, kami mulai meng- eksplor Pare. Hal yang
pertama yang kami cari adalah Sepeda. Hal yang terlihat simple tapi amat
penting, pasalnya walau Pare bisa terhitung tidak begitu luas tapi butuh cukup
tenaga untuk mengitarinya. Disana kita bisa menyewa sepeda dengan harga
bervariatif berdasarkan jangka waktu menyewa, apakah itu harian ataukah bulanan
dan kondisi dari sepeda sendiri, umumnya harga sewa sepeda untuk harian kala
itu berkisar 15.000 – 25.000 sedangkan untuk bulanan sekisar 100.000 sampai 250.000.
Saat itu, saya memilih sepeda dengan kondisi pas-pasan dengan harga 90.000/
bulan karena mengingat budget yang minim dan dengan layanan bebas service
selama satu minggu. Sepeda saya kala itu terbilang sedikit “reok” dengan
keranjang di depan dan tidak ada boncengan di belakang ditambah sedikit berkarat,
sedikit memprihatinkan memang untuk dilihat tapi masih cukup gagah untuk
dipakai. Setelah proses sewa menyewa selesai, kami langsung menuju Global
English Course untuk mendaftarkan program yang akan kami ambil di periode 25.
Dikarenakan kami mengambil program English Camp satu bulan, kami medapat jatah
5 free program utama dan kami pun free untuk mengatur berapa banyak dan program
apa saja yang harus diambil. Harus dicatat bila dalam satu bulan kita mengambil
program lebih dari 5 katakanlah 7 program utama maka dua program tambahan
tersebut akan dikenakan biaya sesuai tarif yang berlaku. Sebagai contoh misalnya untuk periode 25
kalian mengambil kelas Speaking, Listening, Vocab dan Reading maka jatah free
program yang tersisa untuk periode 10 adalah 1 program. Andai kata di periode
10 kita ambil Grammar dan Vocab 2 maka
salah satu dari program tersebut harus bayar secara tarif. Paham kan? Dan
keuntungan kita bila mendaftar di Global English, kita bisa mengikuti Extended
Class dan itu Free. Extended Class adalah kelas tambahan dan dilaksanakan di
siang hari dan biasanya siswa akan mengambil Program yang berbeda dengan
Program Utama yang mereka ambil di pagi hari. Kenapa? Untuk memperkaya ilmu
dengan modal yang minim. Bila mengambil program utama Vocab akan rugi bila kita
ambil Kelas Vocab lagi di Exteded Class, idealnya kita ahlikan ke bidang yang
lain semisal Pronouncation Class. Lanjut
cerita, saat itu saya memutuskan untuk mengambil 3 Program Utama untuk periode
25 dan sisa 2 program untuk periode 10. Program yang saya ambil adalah
Speaking, Vocab dan Grammar. Alasan saya mengambil kelas Vocab adalah untuk
memperkaya pembendaharaan kata saya yang minim, saya mulai dari 0 maka saya mau
tidak mau harus banyak menghafal Vocab , selanjutnya alasan saya mengambil kelas
Grammar adalah untk mengerti tatanan bahasa yang benar dan teratur untuk
membentuk kalimat dan pada akhirnya dari ilmu dari Kelas Vocab dan Grammar saya
eksekusi di Kelas Speaking. Vocab yang saya hafal kemudian saya susun menjadi
kalimat dan akhirnya saya kemukakan , begitulah kira-kira alur yang saya
organizing saat itu. Dikarenakan saya mengambil Speaking Claa maka saya
diharuskan untuk mengikuti Palcement Test, dan saat itu yang mengetes saya
adalah Mr Fajri, orang Pagar alam
lulusan Unila. Pertanyaan di Palacement ini umunya adalah pertanyaan umum
semisal perkenalan diri, alasan belajar bahasa inggris dan alasan ke pare. Kita
diperkenankan menjawab dengan menggunakan bahasa inggris nantinya pengujilah
yang kana menentukan kita berada di kelas speaking level apa. Saat itu, kami
mendapat Speking Class 2 artinya berada di kelas yang “lumayan” berbahasa
inggris. Sedangkan Vocab saya berada di kelas Vocab 2 yang artinya
pembenaharaan kata-katanya “lumayan” canggih sedangkan Grammar kami ambil dengan
level terendah yaitu Grammar 1. Setelah mengikuti placement test kami mulai
mengeksplor pare. Setiap sudut wilayah disana saya dapat melihat penduduk lokal
membuka usaha baik itu warung makan, laundry, counter Handphone, peminjaman
sepeda atau motor ataupun penginapan, dll. Pengembangan lokal berbasis cluster
di kawasan kampung Inggrislah yang menjadi pelopor pengembangan lokal berbasis
pendidikan. Seluruh kebutuhan pendatang di kawasan ini betul-betul dapat
dijadikan sebagai peluang yang membentuk potensi bagi masyarakat sekitar.
Benar- benar UKM dengan potensi besar. Saya perkirakan walaupun Pare ini adalah
kampung tapi barangkali transaksi uang yang beredar di kampung kecil ini
mencapai 50 juta bahkan 100 juta setiap harinya. Luar biasa!!
Bicara tentang warung makan, di
Pare terdapat banyak warung makan dengan menu yang sangat murah. Menu yang
menjadi Favorite di Pare adalah Nasi Tempe/ Tahu Penyet atau pun Nasi Ayam
Penyet. Di tahun 2014 harganya pun sangat murah, Nasi Tempe/Tahu Penyet hanya
bekisar 4.000/porsi, Nasi Ayam Penyet sekitar 6.000/Porsi bahkan Nasi Ikan Asin
penyet hanya 3.500/Porsi, luar biasa murah. Harga es teh saja hanya 2.000 dan
kopi sekelas Capuccino hanya 4.000 – 5.000. Sedangkan bicara Laundry harga yang
ditawarkan sekitar 2.500 – 3.000/kg untuk cuci sekaligus setrika baju. Pare
benar- benar menawarkan harga-harga murah di setiap aspek , tapi itu hanya di
nikmati oleh orang yang berbekal uang yang cukup dan berlebih. Sedangkan saya
saat itu, modal pas- pasan dan hanya mengandalkan keuntungan jualan online. Bila
jualan online macet, maka macet pula keuangan kami alhasil makanpun tak teratur
kadang sekali sehari atau dua kali sekali bahkan untuk membeli jus saja saya
harus menunggu sakit dulu. Selama di pare saya dan saudara saya sudah terbiasa
menahan pedihnya menahan rasa lapar demi menuntut ilmu. Tragis? Tidak, karena
menurut kami itulah salah satu cara Allah mendidik kami untuk menjadi pribadi
yang kuat.
Bila kepepet uang , kami akan
mencari warung prasmanan, kami akan mengambil nasi standar dua porsi sedangkan
lauk pauknya dengan satu porsi kemudian kami akan makan setengah porsi ditempat
kemudian sisanya akan kami bungkus untuk makan malam. Dengan harga 7.000/porsi
untuk dua kali makan. Hemat dikarenakan penjual biasanya menentukan harga hanya
berpatok pada lauk pauknya tanpa melihat size dari nasi nya. Tapi terkadang
sang penjual kadang terlihat bingung, saya dengan badan kecil aka langsing ini
ternyata porsi nasinya kayak porsi laki- laki makan bahkan mungkin lebih.
Pernah si penjual bertanya:
“wah.. mbak ini badannya kecil
tapi porsi makanya banyak ya, apa bakal habis mbak nasi segunung gitu,”
“ habis bu, insya allah, kalau
gak habis ya dibungkus aja ya bu”
“bisa, tapi kok badannya masih
kurus ya?”
“ saya ini tipe badan orang
korea, banyak makan tapi tidak gemuk-gemuk, ya gitu dari dulu. Bukan gak gemuk
karena dosa ya bu”
Dan hal tersebut terjadi sekitar
sebulan, lumayan untuk menghemat.
Hari pertama periode 25 diawali
dengan Morning Class di 12 PM, kelas dimulai pukul 05.00 dan dipimpin oleh
tutor camp masing-masing. Bicara sedikit mengenai 12 PM sendiri adalah salah
satu Camp diberada di bawah naungan Global English PARE. Ada sekitar 13 kamar
yang tersebar dengan rata- rata di tiap kamar terisi dengan 3 orang jadi bila
dihitung-hitung 12 PM terdiri oleh sekitar 36-40 siswa yang belajar di Global
English. Itu hanya untuk satu Camp kepunyaan GE saja, selain 12 PM untuk Female
Camp lainnya yaitu Female 2 Camp yang merupakan Female Camp GE yang terbesar
yang mungkin menampung sekitar 100
siswa, ada juga Amsterdam Camp yang bisa menampug sekitar 50 siswa dan
lagi-lagi kita bicara tentang Female Camp. Bila di gabungkan dengan Male Camp
semacam Saigon, Alaska dll, mungkin saya prediksi siswa yang belajar di pare di
periode saat itu sekitar 1.000 siswa. Dan bila dikalikan dengan rata- rata
standar harga program camp yaitu 700.000 tota penapatan GE sekitar 700.000.000
dan itu belum termasuk siswa yang mencomot kelas dan tidak ikut camp program.
Harga untuk kelas IELTS saja sekitar 300.000, TOEFL 250.000 dan kelas- kelas lainnya
dan bisa saya prediksi untuk satu
periode satu bulan mungkin pendapatan GE sekitar 1 Miliyar. Wajar saja bila Mr
Toto yang merupakan Founder dari GE, salalu saya sebut dengan Milyader. Lanjut cerita, dikarenakan penduduk yang
sangat banyak di camp dan kelas dimulai pukul 05.00 – 06.30 sedangkan Subhu di
Pare sekitar pukul 04.30 biasanya pukul 04.00 kami sudah perang rebutan kamar
mandi. Bila mandi setelah morning Class pukul 06.00 kami terancam telat masuk
kelas Pagi pukul 07.00 dan kemungkinan tidak dapat makan pagi. Sehingga,
biasanya kami bangun pukul 03.00, solat malam disambung dengan belajar singkat sampai
pukul 04.00 dan mulai mengantri kamar mandi. Pukul 05.00 kelas dimulai, untuk
Morning class kami mendapat pocket book, karakteristik morning class umumnya
menghafal Vocal dan menghafal Dialog dengan tema yang berbeda tiap harinya dan
harus dihafal dan di praktek kan kedepan. Secara ringkas saya akan
menggambarkan kesan saya selama periode 25:
Morning Class: mengikuti kelas
ini sangat berat karena harus berperang dengan rasa kantuk. Umumnya kelas
dimulai pukul 5 pagi sampai 6 pagi malah terkadang sampai pukul 6.30 pagi. Yang sedikit susah, dengan kondisi kantuk kita
harus menghafal dialog dengan waktu yang
singkat. Dan lagi lagi harus di praktekkan kedepan. Memang istilah, practice
makes perfect sangat mendarah daging dalam tata cara pembelajaran di kampung
Inggris. Disini juga media peakraban
setiap penduduk di camp.
Vocab 1 Class |
Vocab 2: di kelas ini saya diajar
oleh Mr Nyom Nyom yang secara fisik sangat mirip dengan Denny Cagur, dan benar-
benar sangat kocak. Metode belajar di kelas ini adalah dengan cara menghafal,
debating dan presentasi. Umumnya kami akan diberi modul yang berisikan sekitar
8 artikel isu dunia yang levelnya
bertaraf intermidate. Tiap harinya, setiap artikel kita kan mengupas semua
Vocab beserta artinya setelah itu mengartikan artikel tersebut dan nantinya
akan kita debatkan one by one dengan teman kita. Setelah sesi debat, kita harus
membuat rangkuman dan di presentasikan di kelas dengan waktu minimal tiga
menit. Di ujian natinya, semua vocab yang kita dapat harus disetor kepada
tutor. Kalau di kalkulasilan untuk dua minggu masa pembelajaran, Vocab yang
dihafal sekitar 160 – 180 kosa kata dalam bahasa Inggris. Ini adalah satu dari
kelas terbaik yang pernah saya ikuti di Kampung Inggris, guru yang sangat
menyenangkan begitu teman- teman di kelas, bahkan setelah empat tahun berpisah
saya masih menjalin hubungan yang baik dengan Rika, teman saya dari Jawa
Tengah.
Grammar 1 Class |
Grammar 1: Di kelas ini saya
diasuh oleh Mr. Azziz. Bila kalian sutradara dan ingin memfilm kan Novel
Habiburahman “Bumi Cinta” dan tengah mencari sosok yang sesuai dengan karakter
Ayas maka Mr. Azziz bisa dijadikan kadidat yang pas. Perawakan anak pesantren ,
dengan tampilan sederhana, pemalu dan tutur kata yang lembut dan pelan benar-
benar Ayas sekali. Di kelas ini kita seperti masuk kelas di sekolah, masuk
mencatat penjelasan kemudian latihan ataupun PR. Ketika berada di kelas ini
memang harus membutuhkan keseriusan yang sedikit tinggi karena walaupun umumnya materi yang disampaikan pernah
dipelajari di sekolahan ataupun di bangku kuliah tapi di kelas ini benar- benar
dijelaskan dengan detai ditambah tugas- tugas yang dibagikan sangat banyak. Di
kelas ini kita belum belajar tenses secara keseluruhan, hanya tenses yang
command saya seperti simple present, present contionous, pas tense, past continous
dan future tense.
Speaking 1: awalnya berdasarkan
hasil dari Placement Test saya harusnya masuk dalam Speaking 2 yang diajar oleh
Mr. Rahmat tapi ketika hari pertama saya mengikuti kelas tersebut saya harus
berperang dengan mental karena dikelas tersebut sebagian besar muridnya sudah
lumayan fasih berbahasa inggris dan alhasil saya hanya banyak melongo di hari
pertama. Entah apa yang di pikirkan Mr Fajrin selaku accesor dalam Placement
Test saya yang measukan saya ke Level 2 ini. Karena melihat kapasitas saya dan
kualitas di level 2, saya sadar diri dan akhirnya meminta untuk turun level ke
Level 1. Di level satu tema diskusi
umumnya tidak setinggi dengan level II, misalnya Tradisional Food atau Tourism
Place in your City bandingkan dengan Level II yang membahas tentang Lady Gaga’
Foundation ataupun Foreign Aid. Dan di akhir eriode kelas, kita diwajibkan
mempresentasikan satu topik yang harus di presentasikan dan di diskusikan di
kelas. Kala itu di semester Speaking 1 Saya memilih tema “pendidikan di Korea
Selatan”.
Evening Class: kelas malam
iniumumnya dimulai bada solat magrib atau sekitar pukul 18.30 sampai dengan
20.00 . Di setiap harinya kelas ini memiliki program- program berbeda. Misalnya,
Senin Games, Selasa Grup Discussion, dan lain – lain. Menariknya khusus di hari
Rabu, kelas Evening class di Camp masing- masing dipindah ahlikan di Global
English Office. Selurus siswa yang mengambil program di Global akan dikumpulkan
dan tiap- tiap siswa akan berdebat dengan lawan yang notaben adalah penduduk
Camp lain. Disinilah kita bisa memperluas networking kita. Tapi gak jarang lho
yang menggunakan kesempatan ini untuk modus dengan siswa- siwa yang lain.
>.<
Firday Morning Exercise: dibadan
yang sehat terdapat jiwa yag kuat. Itulah mungkin semboyan dari kelas ini. Seluruh
penduduk Global English diwajibkan untuk senam pagi dan kemudian Jalan santai
dengan Track yang telah ditentukan. Tapi ini bukan jalan santai biasa
dikarenakan ketika jalan santai kita akan mendapatkan ‘pasangan’ dari group
lain. Jadi siswa dibariskan layaknya main ular tangga dengan dua jalur. Sisi kanan
untuk laki – laki dan sisi kiri untuk perempuan. Nantinya kita diberi Tema
permasalah dan nantinya kita diskusikan dengan pasangan kita tadi selama jalan
santai. Umumnya kelas ini berakhir pukul 6.30.
Dan setelah menjalani dua minggu
di Pare pikiran saya mulai sangat terbuka dengan kenyataan dunia. Begini susahnya
cari ilmu. Di tiap kelas saya terintimidasi mental dengan teman- teman yang
mempunyai kemampuan di depan saya sehingga saya harus menambah porsi belajar
tiap hari nya. Bahkan ketika kelud erupsi dimalam harinya saya masih belajar dan
esok paginya saya sudah berada di depan Camp Tutor saya untuk Ujian akhir
Grammar II padahal saat itu karena abu tebal semua kelas diliburkan (Kisah
lengkapnya akan saya ceritakan di periode 10 atau muinggu ke 3 dan 4 saya di Pare)
Setiap jadwal presentasi terutama ketika ujian
kita harus bergadang untuk mempersiapkan bahan dengan baik dan mempelancar
bicara dalam bahasa Inggris. Dan yang lebih berbahaya dan ini mungkin hanya
berlaku untuk saya dan saudara saya, kami harus belajar dan juga berdagang
online. Karena dengan keuntungan berdagang itulah yang membiayai kehidupan kami
sehari – hari. Kami harus bolak balik ATM untuk menunggu transfer dari
pelanggan dan kemudian mengirim sejumlah uang untuk kepada reseller untuk
barang yang di keep . Kalau pelanggan telat bayar bearti kami pun telat makan,
kalau pelanggan batal orderan bearti kami pun siap untuk mengurangi jatah makan kami. Tapi tetap kami
yakinin adalah Allah akan menolong orang – orang yang menuntut ilmu.
Overall, dua minggu pertama di
Pare seakan simulasi bagi saya untuk dididik menjadi pribadi yang kuat. Untuk kemajuan
dalam pemahaman bahasa inggris, saya harus katakan tidak ada progres yang
significant dan bearti selama dua minggu belajar. Mungkin kalau diukur dengan
nilai yaitu 0 menjadi 1.5 . tapi yang
saya percaya adalah: langkah besar dimulai dari langkah yang kecil dan seorang
Profesional berawal dari seorang Amatir. Tetap Semangat Belajar dan mengejar
ilmu.
Bersambung...............
Menginspirasi sekali ka Vinny, smga bisa mengikuti jejak ka ya.
BalasHapus